Friday, July 8, 2011

Pneumotoraks

 

Pneumotoraks

A. Latar Belakang
Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian tubuh manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem pernafasan akan mempengaruhi semua organ yang lain yang akan mengganggu pada aktivitas manusia.
Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya transportasi dan pola hidup yang kurang baik dapat menjadi suatu masalah kesehatan jiwa, salah satunya yaitu gangguan sistem pernafasan yang serius dan membahayakan jiwa, keadaan ini akan menimbulkan berbagai penyakit primer yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis masif, pneumotorak ventil status asmatikus dan pneumotorak berat. Sedangkan gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti keracunan obat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan. Di Amerika didapatkan 180.000 orang meninggal akibat gangguan fungsi paru seperti trauma thorak, baik karena trauma thorak langsung maupun tidak langsung. Trauma torak dapat mengakibatkan terjadinya robekan pada pleura dimana dengan adanya robekan ini dapat menjadi celah masuknya udara ke dalam rongga tersebut sehingga menjadi Pneumotoraks.
Pneumotoraks adalah penimbunan udara atau gas didalam rongga pleura yang dapat mengakibatkan paru menjadi kolaps.
Menurut data yang penulis dapatkan di Ruang Soka Atas RS Persahabatan Jakarta dari bulan Juni s/d September 2008 berjumlah 151 klien dengan masalah Tumor Paru sebanyak 42 klien ( 27,81 % ), TB Paru 40 klien ( 26,49 % ), Pneumonia 29 klien ( 19,21 % ), Pneumotoraks 17 klien ( 11,26 % ), Effusi Pleura 15 klien ( 9.93 % ), PPOK 5 klien ( 3,31 % ), Abses Paru 3 klien ( 1,99 % ). Dari data diatas penyakit pneumotoraks berada pada urutan keempat. Meskipun terdapat pada urutan keempat namun jika penyakit pneumotoraks tidak segara ditanggulangi dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti : Tension Pneumotoraks, Piopneumotoraks, Hidropneumotoraks, Pneumotoraks kronik, Hemopneumotoraks, Pneumotoraks mediastinum, Pneumothoraks stimultan bilateral.
Untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi maka diperlukan peran perawat yang optimal dan profesional yaitu secara promotif perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga dan klien berupa pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan, pencegahan pneumotoraks, manfaat gizi bagi kesehatan dan kebersihan lingkungan, secara preventif perawat dapat memberikan informasi pada keluarga tentang cara untuk menghindari terjadinya pneumotoraks salah satunya dengan cara menghindari diri dari budaya merokok, secara kuratif perawat dapat memberikan asuhan keperawatan sehingga klien tidak mengalami pneumotoraks yang lebih lanjut dan secara rehabilitatif yaitu dengan memulihkan klien sehingga dapat berfungsi secara optimal kembali setelah sakit, seperti perlunya penjelasan pada keluarga atau klien tentang pentingnya istirahat yang cukup, mengkonsumsi makan - makanan yang bergizi serta menghindari kebiasaan merokok.
Dari data diatas bahwa penyakit Pneumotoraks perlu mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu, penulis sebagai tenaga kesehatan merasa tertarik untuk membuat makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien dengan pneumotorak di Ruang Soka Atas Rumah Sakit Persahabatan Jakarta.

A. Pengertian
Pneumotoraks adalah penimbunan udara atau gas didalam rongga pleura.
( www. medicastore. com ).
Pneumotoraks adalah paru dapat kolaps sebagian atau total sehubungan dengan pengumpulan udara. ( Doengoes maryllin. 2000 ).
Dari pengertian di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pneumothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya udara di dalam rongga paru yang dapat membuat paru menjadi kolaps.

B. Patofisiologi
1. Etiologi
Menurut penyebabnya pneumothoraks dikelompokkan menjadi :
a. Pneumotoraks spontan
Pneumotoraks spontan terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika penderita tidak ditemukan penyakit paru, diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara didalam paru yang disebut bleb atau buila. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru seperti PPOM, Asma, Fibrosis kistik, Tuberculosis, batuk rejan.
b. Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks traumatik terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Trauma bisa bersifat menembus ( luka tusuk, peluru ) atau tumpul ( benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor ) bisa juga merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu seperti torakosintesis.
c. Pneumotoraks karena tekanan
Pneumotoraks karena tekanan terjadi jika paru mendapat beban yang berlebihan sehingga paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.
2. Proses
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps ( elastis recoil ) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya ( kavitas, bulla ) dengan rongga udara pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. sama halnya dengan mekanisme diatas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Pada Pneumotoraks spontan baik primer maupun sekunder mekanisme yang terdahulu yang terjadi sedangkan mekanisme yang kedua dapat dijumpai pada jenis traumatik.

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada Pneumotoraks tergantung pada besarnya kerusakan yang terjadi pada sub pleura dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba - tiba bersifat unilateral diikuti sesak napas. Gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tapi pada sebagian kasus gejala - gejala masih dapat ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat. Selain itu terdapat gejala klinis yang lain yaitu suara melemah, nyeri menusuk pada dada waktu inspirasi, kelemahan fisik.
Pada tahap yang lebih berat gejala semakin lama akan semakin memberat, penderita gelisah sekali, trakea dan mediastinum dapat mendorong kesisi kontralateral. Gerakan pernafasan tertinggi pada sisi yang sakit fungsi respirasi menurun, sianosis disertai syok oleh karena aliran darah yang terganggu akibat penekanan oleh udara, dan curah jantung menurun.
4. Pengobatan
Dasar – dasar pengobatan Pneumotoraks tergantung pada berat dan lamanya keluhan atau gejala, adanya penyakit peru yang mendasari ada riwayat Pneumotoraks sebelumnya. Sasaran pengobatan adalah secepatnya mengembangkan paru yang sakit sehingga keluhan - keluhan juga berkurang.
a. Pada Pneumotoraks spontan
1) Observasi Konservatif
2) Pemasangan WSD ( Water Sealed Drainage ) untuk mempercepat pengembangan paru.
3) Tindakan operasi
b. Pada Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks traumatik pada dasarnya cara penanganannya sama dengan Pneumotoraks spontan, tapi pada Pneumotoraks traumatik perlu diperhatikan tanda - tanda terjadinya syok karena pada Pneumothoraks traumatik biasanya diikuti oleh perdarahan, selain itu pengobatan juga dilakukan dengan menutup luka akibat trauma.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang yang paling utama pada Pneumotoraks adalah foto toraks. Dimana pada foto toraks dapat diketahui kedaan paru pada penderita Pneumotoraks yaitu terlihat adanya bayangan udara dari Pneumotoraks yang mimindahkan pleura parietal dan pleura viceralis, selain itu dapat diketahui jika adanya penyakit paru lain seperti asama , Tuberculosis sehingga dapat diketahui kemungkinan terjadinya Pneumotoraks karena komplikasi penyakit tersebut.
b. Analisa Gas darah
Analisa gas darah juga penting dilakukan pada kasus Pneumotoraks dalam pemeriksaan ini dapat diketahui tekanan fungsi O2 dan CO2 dalam darah bervariasi tergantung pada tingkatan tekanan fungsi paru perubahan mekanisme pernafasan dan kemampuan untuk kompensasi pada kasus Pneumotoraks PaO2 biasanya menurun.
6. Komplikasi
Pada Pneumotoraks yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan :
a. Tension Pneumotoraks
Komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena keatrium kanan.
b. Pio Pneumotoraks
Pio Pneumotoraks berarti Pneumotoraks yang disertai empiema secara bersamaan pada sisi paru. Infeksinya berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura, kebanyakan berasal dari robekan abses sub pleural dan sering membuat fistula broncopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stappylococcus, Pseudomonnas, Mycobacterium Tuberculosis.
c. Hidropneumotoraks, Hemopneumotoraks
Pada kasus Pneumotoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya, cairan biasanya bersifat serosa atau kemerahan ( berdarah ) Hidrotoraks timbul dengan cepat setelah terjadinya Pneumotoraks pada kasus – kausus trauma / perdarahan intrapleural.
d. Pneumotoraks mediastinum
Adanya Pneumotoraks mediastinum dapat ditemukan dengan pemeriksaan foto dada. Kelainan ini dimuali dari robekannya alveoli ke dalam jaringan interstisium paru dan kemudian diikuti oleh pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum ( menimbulkan Pneumomediastinum ) Pneumomediastinum jarang menunjukan kelainan klinis, walaupun secara potensi dapat menyebabkan tamponade saluran darah besar.

e. Pneumotoraks stimultan bilateral
Pneumotoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak, keadaan ini timbul secara serentak dan sebagai kelanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari efisien jaringan interstitial paru.
f. Pneumotoraks kronik
Pneumotoraks dinyatakan kronik bila tetap ada pada waktu lebih dari 3 bulan. Pneumotoraks kronik ini terjadi bila fistula bronko pleura tetap membuka dikarenakan adanya perlengkapan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan data - data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian pada klien Pneumotoraks dapat dilakuakan dengan teknik wawancara dan pemeriksaan fisik, serta menganal masalah klien dimulai dengan mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang aktual maupun resiko.
Data tersebut dikumpulkan berdasarkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif itu sendiri adalah data yang diungkapkan oleh klien atau keluraga klien. Sedangkan data objektif yaitu data yang dihasilkan melalui observasi, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan diagnostik.

Adapun tahapan dalam pengkajian kilen dengan Pneumotoraks meliputi menurut ( Doengoes, Meryllin 2000 ) meliputi :
a. Identitas klien : Nama, jenis kelamin, suku dan pendidikan.
b. Riwayat kesehatan keluarga : Adakah keluarga menderita penyakit yang sama atau penyakit paru lainnya.
c. Riwayat sosial, ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan lingkungan.
d. Riwayat kesehatan sekarang : meliputi kesehatan sekarang.
e. Riwayat Psikologis penting sekali dikaji oleh perawat pada paisen Pneumotoraks terutama dengan pemasangan WSD seperti adanya rasa cemas dengan keadaan sakitnya.
f. Pola kebiasaan sehari-hari merupakan pola hidup pasien sehari-hari sebelum pasien masuk ke rumah sakit, seperti kebiasaan makan dan minum, eliminasi, tidur, istirahat, aktivitas, olahraga, kebiasaan melakukan ibadah dan kebisaan merokok.
1) Aktivitas istirahat
Gejala : Dispneu dengan aktivitas maupun istirahat
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, disritmia, hipertensi / hipotensi.
3) Intergritas Ego
Tanda : Ketakutan, gelisah
4) Makanan / cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV sentral/ infus tekanan.
5) Nyeri
Gejala tergantung pada
Ukuran / area yang terlibat : Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk, timbul tiba - tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh nafas dalam kemungkinan menyebar keleher, bahu, abdomen.
Tanda : Berhati - hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, mengerutkan wajah.
6) Pernafasan
Gejala : Kesulitan bernafas, lapar nafa, batuk (mungkin gejala yang ada ),
riwayat bedah dada/ trauma.
Tanda : Takipneu, peningkatan kerja nafas, penggunaan obat bantu pernafasan pada dada, leher, retraksi interkonstal, bunyi nafas menurun atau tidak, observasi dan palpasi dada, kulit pucat, sianosis, berkeringat, mental ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
7) Keamanan
Gejala : Adanya trauma dada, radiasi kemoterapi untuk keganasan
8) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat faktor resiko keluarga, adanya bedah intratorakal / biopsi paru.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran pasien, kondisi pasien, suhu, nadi, TD, Pernafasan TB dan BB.

2) Keadaan Khusus
Kepala : Keadaan rambut, kekuatan rambut dan kebersihan rambut.
Mata : Keadaan palpebra, sklera
Hidung : Luka / kebersihan dan penciuman.
Gigi dan mulut : bentuk, keadaan selaput lendir, keadaan mulut, luka atau perdarahan dan keadaan gigi.
Telinga : Bentuk, pendengaran dan kebersihan.
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar tiroid.
Dada : Bentuk, bunyi jantung, pergerakan dada.
Abdomen : Peristaltik usus, umbilikus, turgor.
Genitalia : Perdarahan, pengeluaran cairan.
Ekstremitas : Bentuk pergerakan, edema dan varises.
h. Pemeriksaan Laboratorium : Foto Toraks, Analisa Gas Darah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan setelah pengkajian dimana diagnosa keperawatan merupakan masalah – masalah yang muncul dari respon klien.
a. Tidak efektifnya pola pernafasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
c. Perubahan kenyamanan : nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan alat invasif
e. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap luka drainage.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan atau hasil ditentukan dari intervensi yang dipilih. Adapun rencana keperawatan adalah bukti tertulis dari tahap kedua dan tahap - tahap proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah atau kebutuhan klien, tujuan atau hasil keperawatan dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan serta menangani masalah atau kebutuhan klien.
Permulaan untuk merencanakan keperawatan umumnya adalah membuat prioritas masalah sehingga perhatian perawat dan tindakan yang dilakuakan difokuskan dengan tepat. Dalam menentukan prioritas masalah diurutkan berdasarkan Hierarki Maslow.
Setelah memprioritaskan masalah klien ditetapkan tujuan tindakan, adapun tujuan tersebut ada dua yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang tidak dicapai sebelum pemulangan tetapi menentukan perhatian yang terus menerus dari klien atau orang lain. Sedangkan tujuan jangka pendek adalah tujuan yang biasanya harus di capai sebelum pemulangan pemindahan ke tingkat yang lebih akut.
Tahap berikutnya dalam membuat proses keperawatan adalah menentukan tujuan. Dalam menentukan tujuan harus terdiri dari SMART ( Spesifik, measurable, achiveable, reality, time ) Adapun perencanaan keperawatan pada penyakit Pneumotoraks sebagai berikut :
a. Tidak efektifnya pola pernafasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara.
Tujuan : Pola pernafasan efektif.
Kriteria Hasil : Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.
Sesak berkurang
Intervensi
1) Identifikasi faktor pencetus
2) Kaji fungsi pernafasan kecepatan terjadinya sianosis dan perubahan TTV
3) Auskultasi bunyi nafas
4) Catat pengembangan dada dan fungsi trackea.
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin
6) Kolaborasi pemberian O2.
7) Kolaborasi cek AGD, foto thorak
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan klien akan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan bertambah
Makan habis 1 porsi
BB dapat batas ideal


Intervensi
1. Kaji kebiasaan makan makanan kesukaan atau ketidaksukaan
2. Timbang berat badan klien setelah sakit
3. Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering
4. Beri motivasi klien untuk menghabiskan porsi makannuya
5. Hidangkan makanan selagi hangat
6. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk proses penyembuhan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit makanan
8. Kolaborasi pemberian obat anti emetik
c. Perubahan kenyamanan : nyeri berhubungan dengan trauma jaringan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria Hasil : Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan / menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1) Kaji penyebab nyeri, intensitas nyeri, karakteristik nyeri, dan skala nyeri
2) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
3) Ajarkan teknik relaksasi distraksi untuk mengurangi rasa nyeri.
4) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri
5) Berikan posisi yang membuat pasien merasa nyaman.
6) Tingkatkan pengetahuan pasien tentang sebab – sebab terjadinya nyeri.
7) Kolaborasi pemberian analgetik.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas berhubungan dengan pemasangan alat invasif.
Tujuan : klien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap.
Intervensi :
1) Observasi selang WSD sebelum dan sesudah klien melakukan aktivitas.
2) Anjurkan keluarga dalam membantu aktivitas klien.
3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas secara perlahan-lahan.
4) Observasi TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
e. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap luka drainage.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi / terkontrol
Kriteria hasil : Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti pus.
Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Intervensi :
1) Kaji tanda - tanda infeksi pada area pemasangan selang WSD dan infus
2) Ganti balutan luka WSD dengan teknik steril setiap hari.
3) Observasi Tanda - tanda vital
4) Ganti alat tenun setiap hari.
5) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai instruksi dokter
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan klien

Kriteria hasil : Pengetahuan klien bertambah
Klien tenang dan rilek akan pengobatan yang akan dilakukan
Intervensi
1) Kaji tingkat pengetahuan klien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit Pneumotoraks baik dalam bentuk tertulis maupun verbal.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik yang tujuannya untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping ( Depkes, 2000 ).
Pelaksanaan tindakan keperawatan dengan rencana tindakan keperawatan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini. Selain itu perawat juga harus menilai kondisi diri, apakah sudah mempunyai kemmapuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Berbagi tahapan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
a. Tahap 1 : Persiapan
Pada tahap ini perawat perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam melaksanakan tindakan keperawatan : konsistensi sesuai dengan rencana tindakan, berdasarkan prinsip ilmiah ditujukan kepada individu sesuai kondisi klien, digunakan untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan penyuluhan dan pendidikan terhadap klien dan penggunaan saran dan prasarana yang memadai.
1) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan
2) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul. Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat negatif pada klien, untuk itu perawat juga harus mengantisipasi jika terjadi komplikasi pada klien sebelum melakukan tindakan keperawatan.
3) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
4) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai tindakan yang dilakukan.
5) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko potensial tindakan. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus memperhatikan hak dan kewajiban klien
b. Tahap 2 : Intervensi
Fokus pada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk kebutuhan fisik dan emosisonal pendekatan tindakan keperawatan meliputi :
1) Independent merupakan tindakan perawat pada klien tanpa petunjuk perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
2) Interdependent merupakan tinadakan keperawatan menjelaskan sesuatu tindakan keperawatan yang merupakan suatu tindakan kerjasama dengan kesehatan lainnya. Misalnya dokter ahli gizi dan psioterapi
3) Dependent merupakan tindakan perawat berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medis.
c. Tahap 3 : Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan pada pelaksanaan keperawatan dalam kasus, rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan tahapan pelaksanaan dalam teori yaitu adanya tahapan paersiapan antara lain mereview tindakan keperawatan menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan perakitan yang diperlukan, memepersiapkan lingkungan yang konduktif, sesuai dengan tindakan yang dilakukan, mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan ( Brooker, Christine. 2001 ).
Evaluasi keperawatan ini memiliki dua jenis evaluasi Yaitu : evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif yaitu pernyataan formatif yang merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien, terhadap respon langsung pada intervenasi keperawatan dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan.
Evaluasi sumatif yaitu pernyataan sumatif yang merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis observasi dan analisa mengenai status kesehatan klien terhadap waktu dan didokumentasikan dalam catatan perkembangan.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pneumotoraks adalah :
a. Pola pernafasan efektif.
b. Nafsu makan bertambah
c. Nyeri berkurang
d. Pasien dapat menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
e. Infeksi tidak terjadi.
f. Pengetahuan klien bertambah

Ditulis ulang Oleh Pendi ardiansyah
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, ( 2001 ). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. ( 2000 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Marilyn, E. Doengoes. ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Patriani ( 2007 ).Asuhan Keperawatan Patriani. Diambil dari http://www. asuhan keperawatan patriani.blogspot. com. Tanggal 6 September 2008 Pukul 19.00 WIB.
Price, Sylvia Anderson ( 2005 ). Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6. jilid 2 Jakarta : EGC.









No comments:
Write komentar

Klik & Subscribe Ya..

Translate